10 Mitos Pola Makan Anak
Waspadai Kegemukan pada Anak-anak
SEBAGIAN besar orang tua akan senang melihat anaknya gemuk. Dalam
pandangan mereka gemuk identik dengan sehat. Benarkah demikian? Memang, anak
yang gemuk menunjukkan nafsu makan dan pertumbuhannya baik. Namun orang tua
harus berhati-hati agar gemuk tidak berlanjut menjadi kegemukan atau obesitas.
Perubahan gaya
hidup akibat peningkatan status sosial ekonomi menjadi pemicu utama kemunculan
kasus kegemukan pada anak-anak, di samping faktor genetik.
Anak-anak dari kelompok masyarakat menengah ke atas sekarang lebih
familiar pada jajanan atau makan cepat saji yang kaya lemak dan karbohidrat
tetapi rendah serat.
Coklat, es krim, permen, aneka jenis kue, burger, piza, kentang
goreng, dan berbagai merek ayam goreng kini mengepung mereka.
Selain lebih praktis, penampilan makanan tersebut biasanya sangat
menarik dan menggugah selera. Apalagi disertai oleh iklan yang atraktif di
berbagai media.
Ada kesan seolah-olah
ketinggalan sekian puluh tahun di belakang jika tidak mengonsumsi. Jadilah
anak-anak kita seringkali ''termakan'' iklan dan terbawa arus.
Nyaris tak ada pertimbangan mengenai kandungan gizi yang
dibutuhkan ketika melahap berbagai jenis makanan atau jajanan itu.
Pola makan empat sehat lima
sempurna yang dulu sangat populer, yaitu terdiri atas nasi, lauk-pauk, sayur,
buah, dan susu, saat ini sudah tidak lagi dipedulikan.
Pola makan anak-anak sekarang berubah sangat luar biasa.
Keseimbangan unsur-unsur gizi berupa karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan
mineral hampir pasti diabaikan.
Ada kecenderungan seorang
anak makan bukan untuk mengatasi rasa lapar, melainkan untuk memenuhi
kepuasannya terhadap makanan yang disenangi. Kalau belum puas maka belum akan
berhenti.
Tak sedikit seorang anak berumur lima tahun makanannya mengandung 3.000 kalori
dalam sehari. Jumlah itu luar biasa karena kebutuhan seorang anak usia 4-6
tahun hanya 1.600 kalori/hari.
Berarti ada kelebihan sekitar 1.400 kalori. Jika itu terjadi
setiap hari maka dalam setahun kelebihan 500 ribu kalori lebih.
Kelebihan itu dalam perhitungan kasar akan diubah oleh tubuh
menjadi setara 56 kg lemak sehingga dalam setahun berat badan si anak bertambah
56 kg. Betapa mengerikan!
Perubahan pola makan tersebut diikuti oleh gaya hidup yang tidak terlalu banyak
aktivitas atau gerak. Antar-jemput sekolah dengan mobil saat ini sudah menjadi
hal biasa bagi sebagian anak-anak.
Kalau pun tidak ada mobil pribadi maka masih ada sepeda motor yang
sekarang makin gampang diperoleh atau tersedia cukup banyak alternatif angkutan
umum.
Santai
Permainan anak-anak sekarang pun sebagian besar kurang menonjolkan
gerakan fisik. Bermacam games dan play station cukup dimainkan
sambil duduk santai atau bahkan tiduran.
Sangat berbeda dari permainan ''kuno'' anak-anak zaman dulu yang
lebih banyak aktivitas fisiknya. Antara lain petak umpet, gobak sodor, lompat
tali, dan sebagainya.
Jadi lengkap sudah faktor-faktor yang mendorong kasus kegemukan.
Pola makan yang didominasi oleh karbohidrat atau lemak ditambah kurang gerak
sehingga energi berupa kalori menumpuk.
Kegemukan timbul karena kelebihan energi. Artinya, jumlah energi
yang masuk dari makanan melebihi energi yang digunakan oleh tubuh.
Beberapa pakar mendefinisikan kegemukan sebagai suatu keadaan,
yakni lemak dalam tubuh 20% di atas normal. Proporsi lemak pria normal adalah
11%-20% dari berat badan, sedangkan wanita 18%-28%.
Masih terlalu sedikit penelitian mengenai kegemukan, terutama pada
anak-anak yang dilakukan di Indonesia,
sehingga jumlah penderita atau prevalensinya belum diketahui pasti.
Penelitian Fakultas Kedokteran Unpad (1993) terhadap siswa kelas VI SD
dengan tingkat sosial ekonomi baik di Kota Bandung menunjukkan 23% murid
laki-laki dan 28% murid wanita menderita kegemukan.
Angka tersebut memang belum bisa dijadikan patokan, tetapi paling
tidak menjadi gambaran bahwa kegemukan telah mengancam anak-anak kita.
Kegemukan berpotensi menimbulkan berbagai penyakit, terutama
jantung koroner, diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah
tinggi), hiperlipidemia, dan rematik sendi.
Di samping itu, menyebabkan problem psikologis tersendiri karena
orang yang kegemukan cenderung menjadi kurang percaya diri.
Penyakit jantung hingga kini masih menjadi ''pembunuh nomor
wahid'' sehingga perhatian terhadap faktor-faktor risikonya perlu dilakukan
secara serius.
Ada anggapan jantung adalah
penyakit orang-orang yang sudah tua. Namun dalam perkembangannya penyakit itu
telah merenggut nyawa orang-orang muda usia.
Sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung, kegemukan mesti
diwaspadai. Bahkan sejak masih usia dini, sehingga jangan hanya bangga melihat
anak kita gemuk tetapi waspadalah.
Kegemukan pada anak-anak bisa diatasi lewat cara mengurangi energi
atau kalori sebatas tidak mengganggu proses tumbuh kembangnya.
Di samping itu, memperbesar penggunaan energi yang tersimpan dalam
tubuh si anak dengan cara memperbanyak aktivitas fisik, terutama olahraga.
Seorang anak penderita kegemukan tidak perlu diet mati-matian atau
bahkan menggunakan obat penekan nafsu makan yang malah akan berakibat buruk
terhadap kesehatannya.
Diet paling aman dan mudah dilakukan adalah diet rendah kalori
seimbang. Diet ini berusaha menyesuaikan kalori dengan kebutuhan anak sesuai
umur, berat badan ideal, tingkat kegemukan, dan aktivitas anak.
Kalori yang dikurangi adalah karbohidrat dan lemak yang terkandung
di dalam makanan. Pemberian makan dibagi tiga kali sehari dan makanan selingan
diberikan di antara waktu makan dalam jumlah terbatas.
Makanan selingan disarankan berupa buah-buahan karena berkalori
rendah tetapi kaya kandungan vitamin, mineral, dan serat.
Sesuai Kebutuhan
Mulai bayi hingga berumur enam tahun anak akan cenderung kegemukan
tetapi berat badannya makin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Dengan
demikian mereka tak butuh diet ketat.
Disarankan memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan normal.
Terpenting jangan sampai berat badan si anak meningkat terus. Biasanya berat
badan ideal baru akan tercapai dalam waktu satu atau bahkan empat tahun karena
anak akan bertambah tinggi.
Berbeda dari sebelumnya, pada umur tujuh tahun anak penderita
kegemukan perlu mulai mengurangi kandungan kalori makanannya secara bertahap.
Usahakan makanan mereka mengandung 500 kalori di bawah kebutuhan
normal supaya kekurangan kalori bisa diambil dari cadangan lemak yang tersimpan
dalam tubuh.
Jenis makanan dan keseimbangan gizi penting diperhatikan. Orang
tua harus memperhatikan kecukupan gizi yang terkandung dalam makanan anak,
bukan jumlah yang dimakan.
Dalam konteks ini seyogianya orang tua berkonsultasi dengan dokter
atau ahli gizi sehingga pengaturan makan si anak lebih terkontrol.
Selain diet, untuk mengatasi kegemukan pada anak bisa ditempuh
melalui upaya mengubah perilaku makannya. Biasakan makan hanya pada waktunya.
Anak-anak yang kegemukan punya kecenderungan makan lebih cepat,
menyuap lebih banyak, dan mengunyah lebih sering.
Membiasakan makan lebih lambat sambil diajak berbincang adalah
cara paling baik untuk mengubah perilaku. Di samping itu, perlu sedikit-sedikit
minum untuk memberikan rasa kenyang lebih cepat.
Sendok dan garpu sebaiknya diletakkan di bagian belakang piring
saat mulut masih penuh makan, sehingga mengurangi keinginan anak untuk segera
menghabiskan makanannya.
Jangan menempatkan piring lauk di depan anak untuk mengurangi
keinginan menambah porsi. Usahan si anak betah pada suasana makan supaya tidak
tergesa-gesa menyelesaikan makannya.
Waktu makan lebih baik tidak sembari menonton TV atau video karena
seringkali tanpa disadari anak akan mengambil makanan yang tersedia tanpa
melihat jumlahnya.
Jangan membiasakan jajan pada anak. Terlalu sering jajan membuat
nafsu makan mereka berkurang saat waktu makan tiba karena sudah merasa kenyang.
Pada umumnya jajanan mengandung kalori tinggi tetapi nilai gizinya
kecil atau bahkan hampir tidak ada. Selain itu, kemungkinan kena penyakit lebih
besar karena tak terkontrol kebersihannya.
Untuk kegiatan fisik dianjurkan berjalan kaki bersama orang tua
setiap hari selama setengah jam. Penting pula mendorong anak agar lebih banyak
melakukan aktivitas atau bermain yang bersifat fisik. Contohnya bersepeda,
sepak bola, naik tangga, dan sebagainya.(Bambang Tri Subeno, wartawan
Suara Merdeka di Semarang-27)
(Nutritional status of children aged one to six years in Sg. Koyan FELDA in Pahang)
Soon Suat Duan dan Khor Geok Lin
Department of Nutrition and Community Health, Faculty of Human Ecology, Universiti Pertanian Malaysia, 43400 Serdang
ABSTRAK
Tujuan kajian ini adalah untuk menilai taraf pemakanan kanak-kanak di FELDA Sungai Koyan, Pahang. Ukuran antropometri telah dijalankan di atas 105 orang kanak-kanak yang terdiri daripada 62 lelaki dan 43 perempuan berumur 12 hingga 72 bulan. Daripada jumlah kanak-kanak tersebut, maklumat pengambilan makanan ke atas seramai 84 kanak-kanak yang berumur 4 hingga 6.9 tahun dilaksanakan. Faktor sosio-ekonomi yang dapat mempengaruhi taraf pemakanan kanak-kanak juga dikaji. Hasil ukuran antropometri kanak-kanak mendapati sebanyak 14.3% (n=15) kanak-kanak mengalami kekurangan berat badan, 10.5% (n=11) kebantutan dan 2.9% (n=3) kesusutan berdasarkan Rujukan NCHS, manakala terdapat 28.6% (n=30) kanak-kanak mempunyai ukuran lilitan lengan kiri yang rendah berdasarkan rujukan Frisancho yang menandakan kekurangan simpanan kalori dan protein. Dari segi kajian diet bagi kanak-kanak lelaki dan perempuan yang berumur 4-6.9 tahun, purata pengambilan kalori, kalsium, niasin dan tiamin adalah bawah paras yang disyorkan untuk Malaysia. Walau bagaimanapun, pengambilan protein, ferum, vitamin A, riboflavin dan vitamin C adalah melebihi paras saranan. Dari segi kekerapan pengambilan makanan, kajian menunjukkan jenis makanan yang paling kerap diambil adalah seperti nasi, ikan, susu dan daging. Makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan juga kerap diambil oleh kanak-kanak. Berdasarkan kepada ujian korelasi Pearson terdapat perkaitan yang bererti antara taraf pemakanan kanak-kanak (berat ikut umur dan ketinggian ikut umur) dengan pendidikan ibu dan bilangan anak, manakala tahap pengetahuan pemakanan ibu juga menunjukkan perkaitan yang bererti di antara taraf pemakanan kanak-kanak (berdasarkan berat ikut umur).
Pengambilan kalori yang tidak mencukupi merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan malnutrisi protein-tenaga. Masalah ini juga dipengaruhi oleh faktor sosio-ekonomi seperti tahap pendidikan dan pengetahuan pemakanan ibu serta bilangan anak dalam isirumah. Ibubapa seharusnya digalakkan untuk melibatkan diri dalam aktiviti yang menambahkan pengetahuan pemakanan dan menggalakkan amalan pemakanan yang baik. Pihak FELDA digalakkan mengadakan lebih aktiviti tersebut.
Tujuan kajian ini adalah untuk menilai taraf pemakanan kanak-kanak di FELDA Sungai Koyan, Pahang. Ukuran antropometri telah dijalankan di atas 105 orang kanak-kanak yang terdiri daripada 62 lelaki dan 43 perempuan berumur 12 hingga 72 bulan. Daripada jumlah kanak-kanak tersebut, maklumat pengambilan makanan ke atas seramai 84 kanak-kanak yang berumur 4 hingga 6.9 tahun dilaksanakan. Faktor sosio-ekonomi yang dapat mempengaruhi taraf pemakanan kanak-kanak juga dikaji. Hasil ukuran antropometri kanak-kanak mendapati sebanyak 14.3% (n=15) kanak-kanak mengalami kekurangan berat badan, 10.5% (n=11) kebantutan dan 2.9% (n=3) kesusutan berdasarkan Rujukan NCHS, manakala terdapat 28.6% (n=30) kanak-kanak mempunyai ukuran lilitan lengan kiri yang rendah berdasarkan rujukan Frisancho yang menandakan kekurangan simpanan kalori dan protein. Dari segi kajian diet bagi kanak-kanak lelaki dan perempuan yang berumur 4-6.9 tahun, purata pengambilan kalori, kalsium, niasin dan tiamin adalah bawah paras yang disyorkan untuk Malaysia. Walau bagaimanapun, pengambilan protein, ferum, vitamin A, riboflavin dan vitamin C adalah melebihi paras saranan. Dari segi kekerapan pengambilan makanan, kajian menunjukkan jenis makanan yang paling kerap diambil adalah seperti nasi, ikan, susu dan daging. Makanan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan juga kerap diambil oleh kanak-kanak. Berdasarkan kepada ujian korelasi Pearson terdapat perkaitan yang bererti antara taraf pemakanan kanak-kanak (berat ikut umur dan ketinggian ikut umur) dengan pendidikan ibu dan bilangan anak, manakala tahap pengetahuan pemakanan ibu juga menunjukkan perkaitan yang bererti di antara taraf pemakanan kanak-kanak (berdasarkan berat ikut umur).
Pengambilan kalori yang tidak mencukupi merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan malnutrisi protein-tenaga. Masalah ini juga dipengaruhi oleh faktor sosio-ekonomi seperti tahap pendidikan dan pengetahuan pemakanan ibu serta bilangan anak dalam isirumah. Ibubapa seharusnya digalakkan untuk melibatkan diri dalam aktiviti yang menambahkan pengetahuan pemakanan dan menggalakkan amalan pemakanan yang baik. Pihak FELDA digalakkan mengadakan lebih aktiviti tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar